Bisnis teknologi memang dinamis. Perubahan sangat cepat sekali, sehingga jika tak bisa berinovasi, maka hancurlah mereka.
Faktor terlambat berinovasi dan terlalu sayang pada produk sendiri
kerap menjadi faktor utama sebuah raksasa teknologi dikalahkan oleh
perusahaan 'rising star' yang terbuka akan perubahan.
Korbannya pun beragam, mulai dari produsen gadget hingga penyedia
layanan digital yang sempat berjaya pun akhirnya jatuh. Berikut tiga
perusahaan teknologi dunia ternama yang sempat bangkrut setelah
memperoleh zaman keemasannya.
Wang Laboratories adalah perusahaan kalkulator terkenal yang bercabang ke pengolah
kata elektronik. Perusahaan ini menandai kejayaanya pada tahun 1970-an.
Wang mengembangkan pengolah kata sistem operasi canggih untuk
mencocokkan hardware pada saat itu. Bahkan, Wang sempat mengaku lebih
inovatif ketimbang IBM, salah satu raksasa teknologi 'uzur' yang sampai
sekarang masih bertahan.
Perusahaan tertinggal ketika teknologi mengambil lompatan besar ke
depan. Ketika itu IBM membuat PC yang jauh lebih baik ketimbang sistem
operasi Wang, mengandalkan penggabungan banyak aplikasi di satu
perangkat.
Wang pun mencoba untuk bangkit, tetapi keputusan Wang untuk
memproduksi perangkat lunak pengolah kata yang terintegrasi pada PC
terlambat. Wang akhirnya bangkrut di tahun 1992.
Kodak - Lebih dari satu abad lalu, Kodak hadir dan memperkenalkan
fotografi ke masyarakat di dunia melalui produknya. Bahkan, Neil
Amstrong pernah menggunakannya saat menginjakkan kaki di bulan pada
tahun 1969.
Namun sayangnya, perusahaan ini gagal lantaran tak bisa beradaptasi
dengan perubahan yang begitu cepat. Apalagi kalau bukan mengikuti tren
digital.
Dalam beberapa tahun terakhir, pimpinan perusahaan gagal memulihkan
keuntungan tahunan. Kas yang terus terkuras membuat Kodak kesulitan
memenuhi kewajibannya terhadap karyawan dan pensiunannya.
Namun, kini Kodak berusaha bangkit kembali mengejar ketertinggalan. Salah satunya dengan memproduksi smartphone.
Napster - Jika sering mendengar fakta tentang industri musik yang saat ini
sedang terpuruk, mungkin Napster adalah salah satu yang bisa disalahkan.
Melalui layanan peer-to-peer, Napster menawarkan cara baru untuk
berbagi musik. Napster memungkinkan penggunanya mendownload musik dari
pengguna lain dengan mudah. Layanan ini membuat tingkat pembajakan musik
makin besar dan merugikan industri musik pada saat itu.
Dalam waktu kurang dari setahun, pengguna Napster sudah melewati 25 juta dan naik menjadi 70 juta pada tahun 2001.
Pada tahun 2000 Napster ditutup karena tuntutan dari kalangan
industri musik dan film, memaksa Napster mengubah model bisnis dan
menghentikan fasilitas sharing-nya. Pada akhirnya, Napster dinyatakan
bangkrut pada bulan Juni 2002.
Namun industri musik dan film belum bisa benar-benar pulih hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar