Ayah Edi yg baik, aku punya anak usia 4 tahun, duh... gak pernah bisa diam, gerak terus setiap saat, kata orang2 Anak Hiperaktif, dah gitu anaknya cepat marah dan suka teriak2 jika sudah marah. Aku kadang sabar... tapi lama2 kepancing juga deh jadi marah akhirnya ya gitu..., gimana ya... ngatasi anak yg seperti ini..? please help me dong ayah..? Nita - Surabaya
Bu Nita yg baik, mengapa harus diatasi? Justru Anda harus bangga karena anak-anak seperti ini mempunyai stamina kuat, termasuk fisik dan kemampuan berpikirnya. Kalau kita atasi, berarti kita melumpuhkan kemampuannya yang luar biasa itu.
Jadi yang tepat, bukan diatasi melainkan disalurkan. Kalau ke pusat perbelanjaan, ajaklah anak ke arena bermain yang memungkinkannya untuk bergerak. Begitu juga saat liburan tiba. Ajaklah ke taman, pantai, dan permainan outdoor, pasti ia akan senang sekali.
Dan ketika mencarikan sekolah untuknya, pilihlah sekolah alam karena lebih cocok dengan tipologinya. Kelak pun ia lebih tepat berkarir di luar ruang, mengingat dirinya tidak bisa duduk diam.
Ibu juga bisa menyalurkan energi berlebihnya dengan mendaftarkan anak ikut ekstra kurikuler yang memiliki banyak kegiatan luar ruang, misalnya bela diri, renang, basket, dan sebagainya. Atau, belikan mainan yang membuatnya aktif seperti sepeda dan bola.
Mengenai sifatnya yg pemarah, langkah pertama yang kita bisa lakukan adalah mengetahui apa yang menyebabkan anak marah. Penyebab kemarahan anak ada bermacam-macam, di antaranya: ada hal yang tak sesuai harapannya, orangtua yang ingkar janji, cemburu karena saudaranya lebih diperhatikan oleh orangtua, dipaksa melakukan sesuatu, dan meminta perhatian mungkin tanpa sadar kita terlalu sibuk di depan layar laptop, atau tak mau mengalihkan pandangan dari BB.
Jika sudah jelas penyebab kemarahannya, akan lebih mudah menyikapinya. Kalau ia marah karena ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, mintalah secara baik-baik agar anak melaporkan atau memberitahukan pada orangtua atau orang dewasa lain yang ada di rumah.
Anda bisa mengatakan, “Nak.... kalau nanti kereta apinya rusak, bilang sama mama, ya. Kalau kamu banting keretanya malah tambah rusak....”
Katakanlah pada orang dewasa di rumah yang membantu mengawasi anak, apakah itu pengasuh, kakek-nenek, atau kakak-adik kita, yang nantinya menjadi tempat anak mengadu permasalahannya, untuk memberikan respon positif dan cepat. Mintalah kepada mereka untuk tidak mengeluarkan komentar negatif, seperti yang bernada merendahkan atau meremehkan, misalnya,”Masa begini saja nggak bisa,” atau “Kamu payah, ah. Begitu saja nangis!”
Tetapi tanggapilah dengan kata-kata seperti, “Bagus, kamu sudah mencobanya, sekarang kesulitannya di mana? Coba sini Kakek lihat?”
Atau,”Coba ceritakan sama Mbak, kayak apa masalahnya? Nanti Mbak coba bantu.”
Berikanlah kesempatan pada anak untuk bercerita sampai selesai, jangan dipotong, menyalahkan, apalagi menyudutkannya. Anak bukanlah seorang terdakwa yang tengah disidang di pengadilan. ia merupakan sosok yang masih perlu belajar dan dibimbing, jadi wajar saja kalau masih melakukan kesalahan, atau sulit melakukan sesuatu.
Selain itu, jangan menunda memberi respon, karena menunggu satu menit saja, bagi seorang anak ibarat menunggu selama satu jam. Lama bukan?
Anak memang bisa marah apabila ada suatu kejadian yang tidak sesuai dengan harapannya. Jangankan anak-anak, orangtua pun bisa marah jika harapannya tidak tercapai, bukan?
Namun Bu Nita jangan lupa. Sifat setiap anak berbeda. Ada anak yang mengekspresikan kemarahannya dengan gamblang, sehingga orang di sekitarnya tahu ia sedang marah, tetapi ada juga yang tidak bisa mengungkapkan kemarahannya itu, sehingga membuat bingung orangtua.
Kalau ini yang terjadi, bu Nita bisa ‘membaca’ kemarahan itu dari bahasa tubuh dan gerak-geriknya. Misalnya tidak mau keluar kamar, mogok makan, selalu cemberut, atau menangis terus-terusan tanpa diketahui sebabnya. Di sinilah ibu dituntut untuk peka dan mencari tahu secara perlahan apa penyebab tingkah aneh si anak.
Ada juga penyebab anak marah, karena ia belum dapat berbicara dan berbahasa secara baik, sehingga merasa kesulitan mengungkapkan apa yang dimaksudkannya. Orangtua pun tidak memahami keinginan si anak. Kalau ini yang terjadi, mintalah anak sebisa mungkin mengadukan kesulitannya. Kalau pun sulit bicara, mintalah ia mencontohkan, atau membimbing tangan ibu melalui gerakan. Bagaimana pun ikatan emosional yang kuat akan memudahkan ibu memahami keinginan anak, meskipun ia memakai bahasa isyarat sekalipun.
Kunci berikutnya yang penting adalah bersabar. Anak-anak kita sedang belajar mengembangkan sistem emosinya, Jika ibu terbawa emosi juga, maka anak pun belajar memelihara amarahnya, bukan mengendalikannya.
Bagaimana, Bu Nita, mudahkan ? coba dulu dech nanti lama-lama akan terbiasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar