Green Look Me - Blogger Kere 2009

Green Look Me Adalah Seorang Blogger Kere Sejak Tahun 2009

Minggu, 01 Maret 2015

Benyamin Sueb, Legenda Betawi

 
Nama Benyamin Sueb bukanlah nama yang asing dikalangan seniman. Putra asli Betawi ini lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 dan wafat 5 September 1995 pada usia 56 tahun. Benyamin S adalah artis yang serba bisa. Mulai dari bermain dan menyutradarai film sampai menyanyi pun ia lakoni.

Bang Ben, sapaan akrabnya banyak berjasa dalam kesenian dan kebudayaan Betawi. Sebagai salah satu buktinya, Ia turut berjasa mengembangkan Gambang Keromong. Dalam dunia musik, Benyamin Sueb adalah sosok cerdas yang mampu menjadikan musik sebagai media kritis dan kontemplasi.
Awal karir di dunia musik, Bang Ben bergabung dengan grup Naga Mustika Grup yang pada akhirnya turut melambungkan namanya. Konsep Naga Mustika sendiri adalah Gambang Keromong modern yang memadukan unsur musik modern dan tradisional.

Lagu-Lagu Benyamin S selalu laris di pasaran, dari mulai Ondel-Ondel, Kompor Meleduk, Tukang Garem, dan sempat berkolabrasi dengan beberapa penyanyi seperti Bing Slamet dalam lagu Nonton Bioskop.
Tidak hanya sebagai aktor dan penyanyi, sosoknya dikenal juga sebagai seorang komposer. Benyamin banyak mengambil inspirasi dari musik blues maupun soul funk, tidak terbatas pada pakem gambang keromong. Terakhir ia merilis album bersama grup Gambang Keromong Al-Hajj, bersama Keenan Nasution.
Walaupun telah lama meninggal dunia, tetapi karya-karyanya masih mendapatkan apresiasi. Ia tetap menjadi idola bagi masyarakat luas. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Betawi tentunya karena pernah terlahir putra Betawi asli yang melegenda.


Meraih Piala Citra sebagai Pemeran Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia 1973 lewat film Intan Berduri dan 1974 dengan Si Doel Anak Modern tidak menepis popularitas Benyamin Suaeb sebagai penyanyi.

Lagu-lagunya yang menggunakan bahasa khas Betawi juga tidak menjadi penghalang bagi pendengar kaset atau penonton pertunjukannya untuk menikmati keserbabisaan Benyamin di atas panggung.

Selain digandrungi di negerinya sendiri, Benyamin juga sangat dikenal di Malaysia. Bahkan, dia sempat manggung di Moskwa, Rusia.

Jauh sebelum Iwan Fals melancarkan protes lewat Bento dan Bongkar tahun 1990, Benyamin sudah melakukan hal yang sama dengan lagu Digusur 20 tahun sebelumnya. Hanya saja, Benyamin menggunakan bahasa khas Betawi yang sarat humor sehingga Digusur justru menimbulkan senyum Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Sementara lagunya yang mengkritik pemerintah, berjudul Pungli, memperoleh penghargaan dari Kopkamtib. Lagu itu dianggap menunjang program Operasi Tertib yang sedang digalakkan pemerintah tahun 1977.

Orang pertama yang membuat Benyamin berani menjadi penyanyi adalah Bing Slamet. Setelah menyerahkan lagu ciptaannya, Nonton Bioskop, untuk direkam Bing Slamet, Benyamin justru disarankan membawakan sendiri lagu itu.

Lagu yang berirama pop itu sempat populer lewat suara Bing Slamet. Tak heran jika air mata Benyamin mengalir deras dan menangis sesenggukan ketika Bing Slamet tutup usia pada 17 Desember 1974.

Anak Kemayoran yang lahir sebagai Benyamin Suaeb dan namanya diabadikan pada sebuah jalan di tempat kelahirannya itu mulai menjadi penyanyi pop sebelum dikenal sebagai penyanyi khas lagu Betawi dan bintang film. Ia mendirikan grup Melodi Ria tahun 1957 dan bermain bersama pemusik jazz Jack Lesmana dan Bill Saragih, serta si penyanyi Patah Hati, Rachmat Kartolo.

Melodi Ria beranggotakan Rachman A (gitar melodi), Heri Sukarjo (bas betot), Achmad (klarinet), Imam Kartolo (piano, saksofon), Suparlan (gitar), Saidi S (bongo), Eli Srikudus (penyanyi), Rachmat Kartolo (penyanyi), dan Benyamin (penyanyi). Bersama grup ini, Benyamin sempat merekam sejumlah lagu, antara lain Kisah Cinta, Panon Hideung, Nonton Bioskop, dan Si Neneng.

Naga Mustika

Kiprahnya dalam musik pop membawa Benyamin ke klub-klub malam. Saat itu dia menyanyikan lagu-lagu Barat seperti Unchained Melody, Blue Moon, dan El Mondo. Tetapi, apesnya, sebagaimana Koes Bersaudara yang dijebloskan ke penjara karena membawakan lagu-lagu The Beatles, Benyamin juga diganyang dan dilarang manggung di klub-klub malam.

Larangan membawakan lagu ngak-ngik-ngok atau lagu Barat itu dikeluarkan oleh Presiden Soekarno tahun 1965. Tetapi, Benyamin ternyata tidak patah arang. Dia memutar otak dan sebagai jalan keluarnya ia menyanyikan lagu-lagu khas Betawi dengan iringan musik gambang kromong.

"Kalau tidak ada larangan Bung Karno, saya barangkali tidak akan pernah menjadi penyanyi lagu-lagu Betawi," kata penyanyi kelahiran Jakarta, 5 Maret 1939, ini kepada saya tahun 1994, satu tahun sebelum menutup usianya setelah kena serangan jantung ketika sedang bermain olahraga kesenangannya, sepak bola. Dia dirawat selama sembilan hari di Rumah Sakit Harapan Kita sebelum meninggal 5 September 1995.

Untuk melaksanakan niatnya membawakan lagu-lagu dengan ciri khas Betawi, Benyamin bergabung dengan grup gambang kromong Naga Mustika pimpinan Suryahanda. Keberhasilan Benyamin tidak terlepas dari musik yang ditata "jago-jago" gambang kromong waktu itu, seperti Budiman B.J., Darmanto, dan Asep S.

Sebagai anggota grup Naga Mustika, Asep S juga menciptakan sejumlah lagu untuk dinyanyikan duet Benyamin dan Ida Royani, seperti Tukang Loak, Bertengkar, Si Bontot, Luntang- Lantung, Muara Angke, Si Jabrik, Nasib, Pelayan Toko, Si Denok, Petik Kembang, Layar Tancep, Pacar Biduan, Pulang Kerje, Tuak Manis, Tukang Grobak, Gara-Gara Anak, dan Pacar Biduan.

Duet Benyamin dan Ida Royani dengan lagu-lagu gambang kromongnya bisa dikatakan paling populer pada awal tahun 1970-an. Diperkirakan, mereka menyanyikan sekitar 150 lagu yang diciptakan Benyamin maupun pencipta lagu lainnya seperti Joko S atau abang Benyamin sendiri, Saidi Suaeb.

"Saya bertemu pertama kali dengan Benyamin di Studio Dimita. Pemilik studio itu, Oom Dick Tamimi, menawarkan saya membawakan lagu ciptaan seorang yang belum saya kenal. Ketika diperkenalkan, saya bertemu seorang pemuda yang dekil dan bersandal jepit.

"Dia senyum-senyum kepada saya. Lagunya yang berirama pop, saya tolak. Soalnya waktu itu saya dikenal sebagai penyanyi yang fensi (trendi) dengan celana hot pants dan sepatu lars," kenang Ida Royani yang sekarang berusia 50 tahun ketika dihubungi awal Februari 2004.

Akan tetapi, entah mengapa, ketika Dick Tamimi kemudian menawarkan berduet dengan pemuda dekil itu pada tahun 1970, Ida bersedia. Padahal, penggemarnya banyak yang protes dan merasa Ida yang populer dengan lagu-lagu popnya dianggap tidak cocok berduet dengan Benyamin. Namun, Ida jalan terus dan sampai tahun 1990, atau 20 tahun kemudian, masih berduet dengan Benyamin dalam rekaman maupun tampil di atas panggung.

Lagu-lagu Benyamin dan Ida Royani adalah gambaran nyata kehidupan masyarakat Betawi. Begitu melihat judulnya saja, langsung bisa dirasakan kebetawiannya. Ada Ngidam Lagi, Ngupi, Nonton Cokek, Ondel-Ondel, Onta Punya Cerita, Pendaringan, Penganten Sunat, Kompor Meleduk, Roti Gambang, Layar Tancep, atau Pulang Kerje.

"Meskipun beberapa di antara lagu-lagunya berbau Sunda, Benyamin membuatnya menjadi milik Betawi. Misalnya, Ayun Ambing, lagu yang meninabobokan anak," ujar seniman Betawi, S.M. Ardan, sambil menambahkan bahwa lagu-lagu Benyamin juga berlirik kocak dengan gaya Betawi.

Coba lihat lirik Nonton Bioskop: Jalan kaki di gang gelap/Pulang-pulang nginjek gituan (kotoran manusia). Dan juga sangat nakal sehingga sering bagaikan "pisau bermata dua" atau berkonotasi porno: Gimane lobangnya aje/Kecil atawe gede (lagu Tukang Solder).

Atau dalam lagu Perkutut. Liriknya begini:

B: Burung gue pegangin
I: Ogah ah, mendingan dilepasin
B: Ntar die menclok di wuwungan laen
I: Pengen tahu die menclok sembarangan,
gue jepret


Sampai tahun 1974 Benyamin menghasilkan sekitar 20 album yang berisikan lagu-lagu yang dia nyanyikan sendiri maupun berduet dengan penyanyi lain. Nyebur-nya penyanyi yang memperoleh penghargaan dari Yayasan Husni Thamrin pada tahun 1974 untuk pengabdiannya dalam bidang musik ini bersama musik gambang kromong ke industri musik Indonesia sedikit banyak juga terpengaruh apa yang dilakukan Vivi Sumanti dan Lilies Suryani, yang sudah terlebih dahulu menyanyi dengan iringan musik yang biasanya mengiringi pertunjukan lenong ini.

"Kelebihan Benyamin adalah lagak dan gayanya, selain lirik lagu. Kami sempat manggung ke seluruh Indonesia. Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Irian, kebanyakan penonton tidak mengerti bahasa Betawi. Tetapi, mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat Benyamin di atas panggung," kenang Ida Royani yang menikah dengan pemusik Keenan Nasution tahun 1979.

Mewakili zamannya

Menelaah lagu-lagu Benyamin, kita juga bisa langsung membaca keadaan pada waktu lagu-lagu itu dibawakan. Hostess (istilah untuk wanita-wanita muda yang bekerja di kelab malam) menggambarkan pengalaman Benyamin ketika malang melintang di kehidupan malam Jakarta.

Demikian juga steambath yang merekam praktik prostitusi terselubung yang marak di kota-kota besar pada tahun 1970-an.

Bayi Tabung adalah rekaman peristiwa yang menjadi topik sejarah saat lagu itu diluncurkan. Sementara kata taisen, yang kemudian di kalangan muda-mudi artinya menjadi pacar, berasal dari judi hwa-hwe yang marak di Jakarta akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Judi itu menjanjikan 36 angka keberuntungan dengan simbol binatang pada setiap angkanya. Angka 1 (ikan bandeng), misalnya, taisen-nya angka 5 (singa), angka 30 (monyet) taisen-nya angka 23 (ikan mas koki), dan seterusnya.

"Kalau adek jadi ikan mas koki, abang yang jadi taisennya... monyet dong," kata Benyamin dalam salah satu lirik lagunya.

Walaupun judul lagu Benyamin sering terkesan "sembarangan", seperti Brang Breng Brong (yang diciptakannya bersama Bing Slamet), Cong Cong Balicong, Kompal Kampil, Petangtang Petingting, atau Abakikik Abakikuk, masyarakat yang menerima kebiasaannya itu justru bertambah luas.

Kebiasaan ini terus terlihat dalam lagu yang lain, Bom Pim Pah (duetnya bersama Rita Sahara), atau duetnya bersama Euis Darliah, Ngaca, atau yang dinyanyikannya sendiri, Ngaco atau Mumpung.

Bukan hanya judul dihasilkannya seketika, lirik lagunya juga muncul spontan. Judul dan lirik lagu Begini Begitu idenya muncul begitu saja di studio rekaman. "Kalau saya kehabisan ide, biasanya saya berteriak atau ngedumel. Eh, enggak tahunya, teriak atau dumelan saya itu menjadi kata yang pas untuk lagu saya," kata Benyamin pada suatu ketika.

"Itu yang namanya senggakan. Biasanya yang demikian itu memang muncul secara spontan, sebagaimana dialog-dialog pemain lenong, muncul begitu saja di atas panggung," komentar S.M. Ardan, yang sekarang sedang menyusun biografi aktor Sukarno M. Noor.

Di samping pop dan gambang kromong, Benyamin juga merambah jenis musik yang sedang mewabah pada tahun 1970-an, seperti blues, rock, hustle, dan disko. Walau demikian, Benyamin tidak lupa pada keroncong dan seriosa, sebagaimana Blues Kejepit Pintu, Seriosa, Kroncong Kompeni, Stambul Nona Manis, atau Stambul Kelapa Puan.

Keserbabisaan Benyamin yang lain ditunjukannya dalam lagu Disangka Nyolong atau Dingin Dingin Dimandiin, yang dibawakannya dengan dengan gaya menangis, tetapi tetap saja menimbulkan tawa pendengarnya.

Benyamin juga tidak lupa menyanyi tanpa canda seperti Abang Husni Thamrin atau Mengapa Harus Jumpa. Keseriusannya menyanyi diperlihatkan ketika dia membentuk grup Al Hadj pada tahun 1992, yang terdiri atas pemusik rock: Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya.

Benyamin menyanyikan lagu-lagu berirama rock, blues, dan metal: Biang Kerok, Maaf Kutak Datang, Ampunan, Mojok, I’m A Teacher, Kisah Kucing Tua, Balada Dalam Penjara, Dingin Dingin Dimandiin, Seliweran, dan Tragedi Cinta.

"Waktu itu dia mengatakan ingin menyanyi lagu rock sebagaimana Achmad Albar dari God Bless. Maka kami membuat lagu dan musik yang sesuai dengan karakternya. Dia bernyanyi sangat luar biasa. Album bersama Al Hadj barangkali merupakan rekamannya yang terakhir," ujar Harry Sabar yang menciptakan Biang Kerok.

Selain merekam sekitar 300 lagu (berduet dan menyanyi sendiri dalam periode 1964-1992), Benyamin juga menghasilkan sekitar 53 film dari tahun 1970 hingga 1992. Ini belum termasuk sinetron Si Doel Anak Sekolahan (1994), dengan celetukan khas dia, "tukang insinyur", yang muncul di sini.

Lalu Mat Beken dan Bergaya FM (1995). Untuk mengenang Benyamin S, Titiek Puspa menciptakan lagu dengan judul Ben yang dibawakannya sendiri ketika diadakan acara "Mengenang H Benyamin S" di Istora Senayan, Jakarta, 22 Oktober 1995.

Liriknya antara lain sebagai berikut:

Dia Jakarta asli
Tetapi dicinta se-Nusantara
Dia yang rendah hati
Hidup rukun tanpa perkara
Jiwa raga seni semata
Taatnya pada agama
Terpanggil-Mu saat jayanya
Oh Ben kau telah pergi
Pergi takkan kembali
Bangga kagum dan cinta
Engkau satu tiada duanya.


Benyamin memang enggak ade duenye.

[Theodore KS Penulis Masalah Industri Musik].
http://hurek.blogspot.jp/2005/06/benyamin-sueb-legenda-betawi.html
http://www.djarumcoklat.com/article/sang-legenda-dari-betawi-benyamin-s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar